Ucapkan...

Ucapkan...

Minggu, 19 Oktober 2014


PENGGUNAAN BAHASA INDONESIA
DALAM MEMBUAT KARYA ILMIAH

A. Penggunaan Bahasa
            Dalam membuat karya ilmiah (makalah, Skripsi, Tesis, Disertasi, dan lain-lain),  menggunakan bahasa Indonesia yang  baku, logis, lugas, ringkas, dan obyektif.
Yang dimaksdu baku menggunakan buku pedoman yang berlaku, yaitu:
1.      Pedoman Umum Ejaan Bahasa Indonesia Yang Disempurnakan, berdasarkan Keputusan Mentri Pendidikan dan Kebudayaan Nomor 0543 a / U / 1987 Tahun 1987.
2.      Pedoman Umum Pembentukan Istilah, berdasarkan Keputusan Mentri Pendidikan dan Kebudayaan Nomor 0389/U/1988 Tahun 1988.
3.      Kamus Besar Bahasa Indonesia yang disusun oleh Tim Penyusun Kamus Besar Bahasa Indonesia.


Bersifat logis artinya disusun mencerminkan cara berfikir ilmiah, yang memadukan cara berfikir deduktif dan cara berfikir induktif.
Bersifat lugas maksudnya langsung mengenai inti pembicaraan tanpa bertele-tele dan terhindar dari basa-basi.
 Bersifat padat/ringkas,  maksudnya bahasa yang digunakan disusun secara hemat dan cakupan maknanya lengkap, dapat difahami dan terpadu. Penggunaan istilah asing yang sulit dijelaskan maknanya agar dihindarkan.
Bersifat objektif maksudnya dikemukakan apa adanya terhindar dari subjektivitas penulis. Gunakanlah kalimat positif dan kalimat pasif. Penggunaan kata ganti orang pertama, seperti saya, kami, dan kita, agar diganti dengan kata ganti orang ketiga seperti penulis, atau ia. Penggunaan kata ganti itu pun hanya pada bagian muka yaitu pada kata Pengantar.

B. Bahasa Asing dan Bahasa Daerah
Karya ilmiah mungkin juga merujuk bahasa asing terutama bahasa Arab dan bahasa Inggris termasuk bahasa daerah. Jika ditemukan istilah-istilah yang belum bahkan tidak dapat, diterjemahkan ke dalam bahasa Indonesia, ditulis dengan huruf miring atau huruf kursif.

C. Penulisan Ayat Quran
Ayat quran, juga teks Hadits, ditulis di dalam naskah, sesuai dengan konteks penulisan. Pengutipan ayat atau hadits dilakukan sesuai dengan teks aslinya, termasuk tanda-tanda baca yang digunakan. Oleh karena penulisan Quran atau Hadits ditulis lengkap dengan syakalnya.

D. Transliterasi Huruf Arab ke Huruf Latin
Transliterasi atau penyalinan huruf, dalam hal ini dari huruf Arab ke huruf Latin, meliputi penyalinan huruf di dalam kata dan kalimat. Tentang cara penyalinan huruf itu digunakan pedoman transliterasi. Dalam hal ini, yang biasa dipakai di STAI Persis adalah:
TRANSLITERASI ARAB LATIN
a.     Konsonan
ا
A
خ
KH
ش
SY
غ
GH
ن
N
ب
B
د
D
ص
SH
ف
F
و
W
ت
T
ذ
DZ
ض
DH
ق
Q
هـ
H
ث
TS
ر
R
ط
TH
ك
K
ء
ج
J
ز
Z
ظ
ZH
ل
L
ي
Y
ح
H
س
S
ع
'
م
M



E. Kutipan dan Catatan Kaki
a.       Kutipan
Kutipan dari bahan bacaan terdiri atas dua jenis, yaitu kutipan langsung dan kutipan tidak langsung. Kutipan langsung yaitu kutipan yang persis sama dengan teks yang dikutip. Biasanya, kutipan langsung dilakukan dalam pengutipan istilah, isi kitab suci, peraturan perundang-undangan, dan dokumen atau pandangan tertentu yang dianggap spesifik. Sedangkan kutipan tidak langsung yaitu kutipan yang berisi gagasan pokok dari teks yang dikutip.
Dalam kutipan langsung diperlukan ketelitian yang tinggi. Setiap Huruf, kata, kalimat, tanda-tanda baca, ejaan yang digunakan, serta kesalahan cetak pun memerlukan perhatian yang seksama. Ia kemudian, dikutip sebagaimana adanya, termasuk yang salah cetak atau salah tulis. Sedangkan dalam kutipan tidak langsung diperlukan kemampuan penulis skripsi dalam memahami maksud tulisan yang dikutip, untuk kemudian dikemukakan dengan gaya bahasa penulis skripsi. Oleh karena itu, penulisan kutipan langsung dan kuitpan tidak langsung ditulis dalam ungkapan dan cara yang berbeda.

1.      Kutipan Langsung (direct citation)
Kutipan langsung yaitu mengutip sebuah teks secara utuh tanpa ada penggalan dan di tulis terdiri atas kutipan yang kurang dari lima baris dan yang lima baris atau lebih.
Cara penulisan kutipan yang kurang dari lima baris, tidak tertulis seara terpisah, tetapi menjadi satu rangkaian dalam kata-kata dari suatu kalimat. Cara penulisannya: diberi dua tanda petik (“) pada awal dan akhir kutipan, dan diketik dua spasi. Awal kutipan diketik pada ketukan keenam, sedangkan baris berikutnya dimulai pada ketukan pertama.

Contoh:
Menurut Abu Bakar Atjeh, “…tokoh-tokoh sufi itu banyak sekali. Sebenarnya, tidak dapat dihitung dan ditunjukan, mana ulama-ulama yang menjadi atau diangap tokoh sufi itu”.[1]
Kutipan yang lima baris atau lebih, dikutip secara terpisah dalam suatu aliena tersendiri, tidak dibubuhi tanda petik dan diketik satu spasi. Awal kutipan diketik pada ketukan keenam, sedangkan baris berikutnya diketik pada ketukan keempat.
Contoh:
Abu Bakar Atjeh mengungkapkan tentang tokoh sufi jumlah dan kualifikasinya sebagai berikut:
Tokoh-tokoh Sufi itu banyak sekali. Sebenarnya tidak dapat dihitung; dan ditnjukan, nama ulama-ulama yang menjadi atau dinaggap tokoh Sufi itu. Besar atau kecil, mashur atau kurang dikenal orangsesuatu tokoh Sufi, bergantung sangat kepada banyak atau sedikit pengaruhnya. Kebanyakan yang mengumumkan kemashuran tokoh-tokoh Sufi itu ialah murid-muridnya atau mereka yang sepaham dengan dia dengan sesuatu pendirian Sufi.[2]

2.      Kutipan Tidak Langsung
Bagi kutipan tidak langsung, penulis memilki keleluasaan untuk merumuskan kutipan itu dengan gaya bahasa dan visinya sendiri. Oleh karena itu, redaksi terhadap ungkapan dari teks aslinya merupakan suatu yang tidak dapat dihindarkan.
Contoh:
            Perkembangan sufi dari masa ke masa memiliki corak yang beragam. Ada yang bercorak tasawuf sunni, dan ada pula yang bercorak tasawuf falsafi. Di antara tokoh yang bercorak tasawuf sunni adalah Al-Qusyairi, sedangkan yang bercorak tasawuf falsafi adalah Muhyidin Ibn Arobi.[3]
            Dengan demikian dapat disimpulkan sebagaimana disampaikan oleh Abu Bakar Atjeh, bahwa perkembangan tasawuf mengalami pasang surut sesuai dengan perkembangan dan dinamika politik yang ada pada zamannya.[4]
             
3.      Kutipan ayat Quran dan teks Berbahasa Arab
Khusus mengenai kutipan tentang ayat-ayat Al-Qur’an, di Indonesia biasanya bersumber dari kitab Al-Qur’an yang diterjemahkan oleh penerjemah khusus dan telah beredar secara luas. Yang sering dikutip oleh penulis skripsi adalah Quran dan Terjemahnya, yang diterbitkan oleh Departemen Agama.[5]
Apabila ayat Quran serta terjemahnya dikutip dari mushhaf itu, maka ditulis dengan kutipan langsung sesuai dengan teks sebagaimana tersurat di dalam mushhaf tersebut. Dengan cara:
Pertama, ayat yang dikutip diawali dengan tanda urutan ayat itu dalam surat misalnya ayat ke-13 surat Al-Baqarah, sebelum ayat ditulis dicantumkan dulu angka ketiga belas (13)
Kedua, pada akhir ayat itu diberi tanda bulatan kecil (۰) sebagai tanda akhir ayat.
Ketiga, terjemahan ayat itu diawali dengan tanda angka 13.
Keempat, kutipan ditulis sesuai dengan cara pengutipan pembagian urutan di dalam teks. Kelima, pada akhir kutipan ditulis (Departemen Agama, Al-Qur’an dan Terjemahnya…..)

b.      Catatan Kaki
Sesuai dengan perkembangan baru tentang perujukan, STAI Persis  menggunakan sistem catatan kaki (footnote) yang ditulis di setiap halaman dengan menyebutkan nama penulis, judul buku, nama penerbit, tempat penerbitan,  tahun penerbitan, urutan jilid, dan halaman tulisan yang dikutip.
Contoh:
            Harun Nasutio, Islam Ditinjau dari Berbagai Aspeknya, (Jakarta: UI Press, 1973), cet. Ke-3, jilid 1, hlm. 50.

Buku yang dikutif ulang tanpa diselingi buku lain yang dikutif cukup menambahkan kata ibid, dan halaman.
Contoh:
            Harun Nasution,  Islam Ditinjau dari Berbagai Aspeknya, (Jakarta: UI Press, 1973), cet. Ke-3, jilid 1, hlm. 50.
            Ibid.
            Ibid., hlm. 55

Tetapi jika buku yang dikutip ulang diselingi oleh buku lain pada halaman yang sama menggunakan loc. cit.
Contoh:
            Harun Nasutio, Islam Ditinjau dari Berbagai Aspeknya, (Jakarta: UI Press, 1973), cet. Ke-3, jilid 1, hlm. 50.
Ahmad Suhelmi, Polemik Negara Islam: Soekarno Versus Natsir, (Jakarta: Teraju, 2002), cet.  ke-1, hlm. xiii 
Harun Nasution, loc.cit.

Dan apabila sumber kutipan yang sama dan dengan halaman yang berbeda maka menggunakan op. cit.
Contoh:
Harun Nasutio, Islam Ditinjau dari Berbagai Aspeknya, (Jakarta: UI Press, 1973), cet. Ke-3, jilid 1, h. 50.
Ahmad Suhelmi, Polemik Negara Islam: Soekarno Versus Natsir, (Jakarta: Teraju, 2002), cet.  ke-1, hlm. xiii 
Harun Nasution, op.cit., hlm. 58
Penomoran urutan catatan kaki disusun pada tiap-tiap halaman.
           
Selain itu terdapat beberapa catatan kaki yang dikutip dari majalah/majalah, surat kabar, Karangan tanpa diterbitkan, ensiklopedi, wawancara, dan internet.
Contoh kutipan dari majalah:
Rahmat Nadjieb, “Menguak Rahasia Shalat Tahajud”, Risalah, XX, (Pebruari, 2009), hlm. 30
Contoh kutipan dari surat kabar:
Rencana Undang-undang Pendidikan Nasional, Kompas, (Jakarta), 5 September 1988, hlm. 4.
Contoh kutipan artikel dari surat kabar:
Nurmawan, Tradisi Penelitian di PTAI, Pikiran Rakyat, (Bandung), 23 Juni 2009, hlm. 16.
Contoh kutipan dari Karangan Tidak diterbitkan:
            Rahma Suwesti, “Dakwah Dalam Pendekatan Konseling: Telaah Terhadap Model Pendekatan Psikologi Komunikasi”, Skripsi Sarjana Dakwah, (Bandung: Perpustakaan STAI Persis, 2006), hlm. 34. t.d.
Contoh kutipan dari ensiklopedi:
H.A.R. Gibb dan J.H. Kramers, (ed), ”Khamr”., Shorter Encyclopedia of Islam, (Leiden: E. J. Brill, 1974), jilid 3, hlm. 234.
Contoh kutipan dari wawancara:
            Sukardi (Ketua Program Studi KPI STAI Persis Bandung), Hasil Wawancara: Bandung, 7 Januari 2010.
Contoh kutipan dari internet:
Karya perorangan:
            Thomson, A. (1998). The Adult and The Adult and The Curricullum. [online]: http://www.eduiuc.edu/EPS/PESYearbook/1998/thomspon.hotmail [30 Maret 2000]. 
Karya Tulis Kelompok:
            Daniel, R.T. 91995). The History of Western Music. In Britanica Online: Macropedia [Online]. Tersedia: http://www.eb.com:180/cgi-bin/g: DocF: macro/5004/45/O.html [28 Maret 2000].

F. Penulisan Alinea
Alinea terakhir pada suatu halaman sekurang-kurangnya terdiri atas dua baris. Demikian pula akhir alinea pada halaman baru sekurang-kurangnya terdiri atas dua baris. Agar dihindarkan memulai sesuatu alinea pada akhir garis naskah. Apabila hal itu tidak bisa dihindarkan, maka dapat dilakukan dua pilihan. Pilihan pertama, penulisan alinea itu pada akhir garis naskah kemudian dilanjutkan dengan penambahan dengan satu baris di bawah garis naskah. Pilihan kedua, penulisan alinea pada baris pertama halaman baru, dengan mengosongkan satu baris pada akhir garis naskah pada halaman sebelumnya.



[1]Abu Bakar Atjeh, Sejarah Perkembangan Tasawuf, (Jakarta: Bulan Bintang, 1998), Cet. Ke-2, hlm. 27.
[2]Ibid., hlm. 26.
[3]Asmaran, Pengantar Tasawuf, (Jakarta: Bina Cipta, 2006), Cet. Ke-1, hlm. 38.
[4]Abu Bakar Atjeh,  Sejarah Perkembangan Tasawuf, Loc. Cit.


Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Flag Counter
free web site traffic and promotion
SEO Stats powered by MyPagerank.Net